BEM VINDO KMANEK WAIN BA ITA BOT NIA HAKBESIKAN MAI,dezkulpa e brigado...ABC
Powered By Blogger

Selasa, 28 Juni 2011

Goresan Hati Untuk Sang Ayahanda Tercinta

Malam ini, tak terasa air mata deras mengalir membasahi pipiku. Berteman laptop dan tumpukan buku, anganku bergegas menerawang kenangan masa lalu. Saat-saat bersama Ayah tercinta, yang begitu kental menjejakkan arti di kedalaman kalbu.
Adalah sebuah kisah, kenyataan juang seorang Ayah di desa terpencil, Fatumean. Usia yang tak lagi muda, tetap tak memupuskan semangat untuk membesarkan dan mendidik anak2nya sampai meraih cita yang diidamkan. Ia HAnya bermodalKan pendidikannya yang Ia Gapai dengan jerih payahnya dulu, Ga selayak rekan-rekannya yang bergelar banyak di belakangnya. Ia hanya lulusan Diploma. Fakta hidup bahwa ia adalah anak tertua di keluarga, membuatnya lebih dewasa, menjadi tumpuan kelangsungan hidup dan pendidikan adik-adiknya. Meski usia masih muda, ia adalah tulang punggung keluarga. Tak pernah terbesit sedikit pun berontak, berlari meninggalkan tanggung jawab, Tanggung jawab yang dititpkan oleh Ayah dan ibu Yang telah kembali ke Sang Ilahi. Alhasil, setamat Sekolah ia langsung merantau mencari sesuap nasi untuk menghidupi adik2 dan smw keluarganya Walau hanya dg gaji Rp 40000
Tempaan hidup, kematangan, dan kesabaran memikul tanggung jawab sewaktu muda, membawanya menjadi pribadi yang berwibawa. Sampai, suatu saat ia ditinggalkan kami anak2nya, demi mengejar cita yang Dia ingini untuk kami Gapai. Sang Ibunda tercinta selalu ngedukung dengan membantu mencari nafkah untuk kami, Tak sedikit pun ia pernah bercerita tentang dirinya. Namun, dari kisah yang saya dapat dari teman dan kerabat dekatnya, begitulah Ayah bertekad.
Sesosok Ayah yang hebat. Itulah kalimat ringkas, yang meski sederhana tapi menurut saya cukup mewakili pengorbanan Ayah dalam memperjuangkan hidup dan penghidupan keluarga. Masih tersimpan dalam memori otak saya, beberapa episode mengharukan bersamanya.
Sewaktu lulus STM, melihat anak-anak berangkat menimba ilmu, saya merengek minta seperti anak2 itu. Segala upaya dilakukan Ayah, kakek, dan nenek untuk meredam ‘tindakan aneh’ saya yang menginginkan Kuliah. Saat itu ada sanak saudara yang tak merestui. Tak lazim anak berlatar belakang seperti saya bisa merantau demi mengejar cita di rantauan hanya bermodalkan Modal Ortu, Berulang kali Ayah menjelaskan kepada saya alasan kenapa tidak boleh Kuliah saat itu. Namun, berulang kali juga rengekan saya menjadi-jadi. Akhirnya, dengan segala upaya Ayah  menyetujui keinginan saya. Syukur kepada Tuhan, akhirnya saya bisa Mengejar Cita di Kota Gudeg. Dari sini saya belajar, betapa rasa sayang sesosok lelaki ber-‘mahkota’ Ayah sangat tinggi terhadap buah hatinya.
Lain waktu, saat saya Hendak berangkat, ada kejadian yang tak kalah mengharubirukan hati. Kala itu, hujan semalam yang mengguyur bumi menyisakan limpahan air bah banjir di desa dan kecamatan kami. Pagi hari menjelang jam berangkat kepergianku, dengan sisa-sisa air banjir yang masih mengalir deras menyusuri jalanan tak beraspal, tak mungkin bagi saya naik sepeda seperti biasa karena jalanan becek. tak mudah bagi saya mendapatkan angkutan umum semacam mini bus karena desa kami di pingiran Bumi loro sae yg berbatasan dg Indonesia. Di tengah kesulitan dan keinginan masuk kuliah tersebut, Ayah menyambut dengan tindakan. Ia akan mengantarkan saya ke tempat keberangkatan dengan sepeda tuanya. Artinya, ia menerjang derasnya aliran banjir, mengalahkan liatnya tanah yang menempel di roda-roda sepeda, serta menempuh minimal 8 jam perjalanan dari rumah ke Ibu Kota Tercinta yang berada di pusat Bumi Loro sae. Itulah Ayah. Ia mengajari ku arti pengorbanan. Tak ada rasa malu baginya mengantarkan buah hati menuju cita-cita ‘kuliah’ meski hanya berbekal sepeda tua, berlomba menunjukkan ‘cinta’-nya kepada orang tua lain yang mengantarkan anak mereka dengan sepeda motor atau mobil pribadi. Ketika kaki berlumur lumpur itu mengayuh sepeda, kulihat wajah yang tetap anggun dan memancarkan aura semangat kepada jantung hatinya. Seolah-olah, dengan tetes keringat yang menempel di dahi bergurat terik mentari itu ia berkata “Putu, vamos…Pai mendukungmu. Apa pun yang kamu inginkan, kan kuturuti. Tak peduli kata orang. Semampu ku, Puji Tuhan akan ku usahakan”.
Menjelang menyelesaikan TA saya  meminta Biaya yang ga seperti biasanya. Jauh hari sebelumnya, saya pernah berujar pada Ayah bahwa saya akan melaksanakan TA saya. Mendengar keinginan saya, Ayah pun bertanya tentang waktu pelaksanaannya. Karena dulu saya belum menentukan secara spesifik tentang biaya yang akan saya butuhkan, saya bilang sesuai pengetahuan saya bahwa biasanya mahasiswa melaksanakan TA membutuhkan Biaya sekian. Apa gerangan Ayah menanyakannya? Ya, tentu berkaitan dengan persiapan dana yang agak banyak untuk melaksanakanya. Namun, pengumuman Dari Pihak Pertamina yang ‘lebih’ awal, sempat membuat saya kaget bercampur gembira. Di pengumuman tersebut, saya harus melaksanakan dan memulai bulan Juni. Ini sebulan lebih awal dari bayangan saya. Kabar ini langsung saya beritakan kepada Ayah. Lalu, surat panggilanpun saya bacakan . Melihat isi pengumuman, Ayah gembira. Namun, sejurus kemudian ia termenung dan dengan mata agak berkaca-kaca ia berujar, “Jadi, masuknya mulainya Juni?”
Tak aneh bagi saya mendengar pertanyaan Ayah. Ya, terkaan saya benar: biaya. Setidaknya jadwal pelaksanaan yang lebih awal itu belum diprediksi Ayah. Boleh jadi, saat itu ia belum memperoleh uang yang cukup untuk membiayai  saya. Dengan nada optimis, saya berujar pada Ayah “Tenang, Ayah…nggak usah mempermasalahkan biaya. Puji Tuhan saya akan usaha nyari uang pinjaman ke Kk2 dan sobat2 tercinta saya”. Entah, kenapa saat itu saya sangat optimis. Mungkin, keinginan terbesar saat itu bagi saya adalah bagaimana mata Ayah yang berkaca-kaca, disertai dengan suara bergetar karena strees belum mendapatkan sejumlah uang yang harus disiapkan untuk saya, segera terhenti dan beralih bahagia karena anak Putrax dari ketiga AnakNya yang laki2 yang hancur berantakan,Tua ten, fuma ten, Badiu Feto,bosok ten dan beik ten  udah mulai serius juga memikirkan KUliah.,  Bukankah Engkau telah menganugerahkan Ayah yang pantang menyerah menyekolahkan anak-nya?
“Semoga Allah melimpahkan nikmat iman, Katolik, dan keberkahan hidup pada Ayahanda nan jauh di sana. Maafkan, Ananda belum bisa menjadi tumpuan yang diharapkan. Suatu saat, kuingin kita berkumpul, bercerita tentang anakmu, harapanmu, dan kebahagiaanmu”.
Sebagaimana dikisahkan oleh seorang mahasiswa. Kini, ia tengah menempuh TA di EP pertamina Field Cepu. Demi meraih pendidikan sarjana, ia mendapatkan Dukungan penuh dari sobat2nya,kK2x dan org terdekat lainnya…….love u father n mother Tercinta………..Umaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaachhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh…
parabens pai……….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Timor-Leste
"Berikanlah sedikit suara anda dan berikanlah sebnyak mungkin telinga anda"

Pengikut

Powered By Blogger