BEM VINDO KMANEK WAIN BA ITA BOT NIA HAKBESIKAN MAI,dezkulpa e brigado...ABC
Powered By Blogger

Sabtu, 28 Mei 2011

Arti Masalah

Suatu malam di sebuah pos Ronda, nampak beberapa orang lelaki yang tengah berkumpul. Mereka berkumpul dalam rangka menjalankan kewajiban sebagai warga lingkungan setempat. Tengah malam itu, kebetulan jadwal piket Siskamling dilakukan oleh 5 orang, satu orang tidak dapat hadir dikarenakan sebuah alasan pribadi yang dapat dimaklumi di antara mereka. Diantara 5 orang tersebut, terdapat seorang warga yang terbilang masih berusia muda, Alves nama pemuda yang berusia sekira 25 an tahun tersebut.
Ah, itu malam memang lumayan sepi dan dingin. Karena sisa-sisa air hujan sedari sore yang mengguyur kawasan itu tak kunjung reda hingga tengah malam itu. Di tengah-tengah suasana malam yang senyap nan menggigilkan tulang tersebut, para warga tentu lebih memilih berdiam di dalam rumah masing-masing alias memilih tidur lebih sore dari biasanya. Hal ini tentu tidak berlaku bagi para tukang ronda di gardu ujung jalan tersebut. Mereka haram untuk memejamkan mata apalagi akhir-akhir ini lingkungan tersebut sering dijadikan sasaran target para pencuri. Dan untuk menyiasati hal ini, masing-masing dari mereka ada yang saling estafet bergantian waktu jaga dan tidur dengan waktu yang telah disepakati sebelumnya. Ada pula yang mengusir kantuk dan dingin dengan bermain catur sembari ditemani kopi hangat dan bebera Black capucino. Alves lebih memilih bermain catur bersama Pak Mitho yang merupakan seorang guru bahasa dan sastra di sebuah SMA di daerah sekitar lingkungan tersebut.
Dan disela-sela permainan yang menguras daya otak itu, mereka saling bercakap membicarakan berbagai sesuatu dalam hidup ini. Diantaranya tentang pendidikan, lapangan kerja, agama dan sosial serta sesekali juga beberapa curahan-curahan hati. Ditemani suara-suara alam dsi sekitarnya seperti suara merdu jangkrik dan suara khas kodok jantan di kala hujan yang menandakan bahwa kodok tersebut ingin menarik perhatian betina guna melangsungkan proses perkawinan. Dan di sekitaran mereka, gerimis masih setia menitik ke wajah bumi, dua insan yang tengah larut dalam obrolan sembari bermain catur itu pun kian hanyut dalam obrolan dan diskusi malam mereka.
Sebagai seorang yang masih hijau alias muda yang tentu masih minim pengalaman dan ilmu tentang hidup, Alves tak segan-segan bertanya tentang segala hal tentang hidup kepada Pak Mitho yang memang terkenal bijak, berwawasan luas dan religius.
“Pak Mitho, kenapa ya terkadang kita merasakan sebuah kegamangan dalam hidup ini? Terkadang kita takut untuk menjalani hidup ini. Apalagi jika banyak masalah yang menggelayuti kehidupan kita?” salah satu tanya Alves dalam obrolan santainya dengan Pak Mitho.
Pak Mitho hanya tersenyum simpul mendengar tanya sang manusia belia di hadapannya itu. Masih dengan senyum dia coba menjawab tanya anak muda itu. “Dan, merasa gamang dalam menghadapi hidup itu wajar dan hampir pasti setiap orang pernah merasakannya. Karena sebagai manusia biasa yang juga makhluk Tuhan, kita tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi esok bahkan sedetik nanti. Kita yang memang hanya pintar mengatur jadwal dan rencana, tentu tetap tak akan dapat menghambakan Tuhan. Sebab semua keghaiban hari besok hanya Dia yang tahu. Yang kita mampu hanyalah melakukan apa yang terbaik hari ini yang tentunya akan mempengaruhi rupa hari esok kita nanti.”
“Lantas untuk apa Tuhan menciptakan masalah-masalah dalam hidup ini?” Alves kembali melontarkan tanya setelah menaruh sebuah anak pion ke depan 2 langkah dari tempatnya semula.
Pak Mitho diam sesaat, kesenyapan perlahan hadir di tengah obrolan malam mereka itu. Kemudian dengan menarik nafas panjang, Pak Mitho mencoba menjelaskan jawaban yang dikehendaki anak muda tadi (Alves).”Hei anak muda! Coba kau dengarlah bunyi riuh indah simphoni para jangkrik di sekitaran kita ini. Menurut kamu bagimana suara jangkrik tersebut?”
“Lumayan indah dan memberikan efek kesyahduan tersendiri sih, Pak. Terutama di tengah suasana malam yang dingin seperti ini. Namun, apa hubungannya segala tanyaku tadi dengan hewan malam tersebut, Pak?” jawab Alves setengah kebingungan mendengar penjelasan Pak Mitho tadi.
“Sebelum kujelaskan lebih jauh, izinkan aku bertanya terlebih dahulu padamu. Tahukah kamu bagaimana para jangkrik tersebut dapat menghasilkan suara syahdu layaknya simphoni dalam sebuah pagelaran orkestra alam tersebut?”
“Menurut penjelasan guru biologi saya dulu Ibu Felisidade, asal suara jangkrik dihasilkan dari jangkrik itu sendiri. Mereka (para jangkrik) saling menggesekkan kedua kaki belakang mereka agar menghasilkan bunyi yang dapat mereka gunakan untuk menarik perhatian para betina, “ Alves menjawab sebisanya yang dia ingat-ingat dari pelajaran biologi kala SMA dulu.
“Ya, memang benar demikianlah proses pembuatan bunyi atau suara indah jangkrik. Mereka saling menggesekkan kaki belakang mereka agar tercipta bunyi yang indah yang tentunya sangat bermanfaat bagi dirinya. Dan demikian pula perumpamaan kehidupan di dunia ini, Alves. Segala permasalahan yang ada pada sekelilingnya adalah aksesori wajib dalam hidup ini. Tinggal kitanya saja yang menyikapinya. Jika kita menyikapinya secara pesimistis, maka kita akan menganggap segala permasalahan hidup adalah berat, tidak mengenakkan dan sungguh membuat hidup ini seperti tidak indah. Namun jika kita dapat menyikapi segala permasalahan hidup dengan mata positif penuh optimisme, maka permasalahan hidup itu tak ubahnya seperti sebuah gesekkan yang pasti terjadi dalam kehidupan ini. Tinggal bagaimana kita mengolah semua gesekan itu menjadi sebuah bunyi indah seperti jangkrik menghasilkan bunyi-bunyi indahnya melalui gesekan kakinya yang khas tersebut. Dan bunyi-bunyi hasil dari gesekan masalah dalam hidup itu selanjutnya akan dapat menjadi alunan simphoni indah dalam hidup kita. Bunyi-bunyi itu juga yang akan menghasilkan suara-suara kebajikan dan hikmah yang selanjutnya dapat mendewasakan kita dan mengajari kita tentang seni menjalani kehidupan ini,” tutur Pak mitho panjang lebar kepada Alves yang terlihat manggut-manggut mencerna perlahan jawaban bijak nan indah sang guru sastra tersebut.
“Jadi, permasalahan dalam hidup adalah sesuatu yang memang diperlukan guna membuat hidup itu sendiri menjadi benar-benar hidup. Sebab apalah arti hidup bila tidak ada masalah-masalah. Inilah yang membedakan bentuk kehidupan di dunia dengan bentuk kehidupan di Surga. Di surga memang segala masalah telah punah. Namun untuk menuju ke surga pun kita juga mesti melewati dan menapaki masalah-masalah dan rintangan di dunia, toh. Karena dunia memang dijadikan oleh Tuhan sebagai ladang masalah. Jadi, nikmatilah masalah-masalah dalam hidupmu dan resapilah pesan langit di baliknya, namun bukan berarti kau boleh meremehkan masalah dengan cara membuat sebanyak mungkin masalah. Ambilah porsi masalah dalam hidupmu sesuai takaran kesanggupanmu menjalaninya. Dan yakinlah bahwa seberat apapun masalah yang kau hadapi kini, itu pasti akan dapat kau selesaikan jika kau yakin dapat mengatasinya. Karena percayalah bahwa masalah itu masih sebatas kadar kemampuanmu alias masih dapat kau tampung dalam wadah hati dan pikirmu,” lanjut Pak Mitho menasihati anak muda di hadapannya yang mulai paham dan seolah puas dengan jawaban sang guru SMA tempatnya sekolah dulu.
Malam semakin larut, gerimis masih enggan menghentikan aksinya. Dan dua orang yang masih terjaga di antara 5 orang yang telah terlelap pulas kian larut dalam obrolan-obrolan yang makin dalam. Sedalam rembesan air hujan yang meresap hingga ke wajah bumi yang paling dalam di bawah tempat mereka berpijak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Timor-Leste
"Berikanlah sedikit suara anda dan berikanlah sebnyak mungkin telinga anda"

Pengikut

Powered By Blogger