BEM VINDO KMANEK WAIN BA ITA BOT NIA HAKBESIKAN MAI,dezkulpa e brigado...ABC
Powered By Blogger

Rabu, 06 Juli 2011

SEKILAS MENGENAI KEKAYAAN TIMOR

Pro kemerdekaan dan pro otonomi kalah. Ya, kubu manapun yang menang, dalam
jajak pendapat untuk menentukan nasib Timor Timur, 30 Agustus lalu, akan
tetap menjadi pihak yang kalah. Mengapa? Karena secara ekonomi, kekayaan
alam Timor Timur sudah habis terbagi. Gurita modal multinasional sudah lama
membelit. Kekayaan bumi Lorosae sudah dibagi rata secara segitiga
bersama-sama dengan Cendana plus kroni dan TNI (ABRI).

Selama ini banyak pihak optimis dengan kemampuan Timor Timur memberdayakan
kandungan buminya bila merdeka. Kopi Timor yang hitam pekat telah dikenal
sejak jaman kekuasaan Portugal. Belum lagi sektor perikanan, kayu Cendana
dan cadangan minyak mentahnya.Celah Timor menyimpan kandungan minyak dan
gas bumi terbesar ke 25 di dunia. Tiap tahunnya dapat dipompa sebanyak 5
milyar barel emas hitam dari celah ini. Di luar itu masih terdapat sektor
yang bisa diandalkan, semisal pertanian dan perkebunan.

Namun, setelah ratusan tahun berperang menguras dan merusak sumber kekayaan
tersebut, ditambah imbas krisis ekonomi yang melanda Indonesia, membuat
harapan tadi kian memudar. Apalagi berbagai sumber penghidupan rakyat Timor
itu sudah dikapling-kapling selama puluhan tahun.

Kopi Timor misalnya, telah dimonopoli Siti Hardiyanti Rukmana yang lebih
dikenal dengan Mbak Tutut, setelah sukses mendepak Robby Sumampouw yang
dibeking LB Moerdani. Sejurus kemudian Tutut berhasil menyabet pemasaran
batu pualam. Titiek Prabowo dengan Yayasan HATI menyeruak di bisnis tenunan Timor. Berkongsi dengan Marimutu Sinivasan (Texmaco) dan kelompok usaha
Titiek sendiri, Maharani, sebuah pabrik tenun senilai US$575 juta didirikan
dengan bendera PT Dilitex. Modalnya diperoleh Titiek dari jamuan malam dana
mengenang tentara-tentara integrasi 1974-1976.

Direken kasar, total jenderal aset Cendana plus kroni beserta TNI di tanah
Lorosae mencapai ratusan milyar dolar. Milik Tommy Soeharto saja sekitar
US$800 juta. Belum Prabowo lewat Koperasi Baret Merah (Kobame) dan
yayasan-yayasan milik TNI lainnya. Juga Bob Hasan yang menguasai hutan
tanaman industri (HTI) seluas 30 ribu hektar.

Tak cuma dari dalam negeri, pada Desember 1989, Indonesia dan Australia
mengikat perjanjian mengenai Celah Timor (Timor gap). Perjanjian yang
dikukuhkan dua tahun kemudian menjadi "pembagian kekuasaan". Australia
diberi hak untuk melakukan eksplorasi sumber alam. Di tahun 1991 itu juga,
perusahaan minyak Amerika melakukan pengeboran lepas pantai pertama.

Selanjutnya Celah Timor pun dibagi-bagikan ke sepuluh perusahaan minyak dari
lima negara. Baik sendiri-sendiri atau berkongsi, perusahaan-perusahaan dari
Amerika, Australia, Belanda, Inggris dan Jepang meraup dolar hitam di sana.
Paling tidak kini terdapat 45 sumur minyak di kawasan yang termasuk wilayah
seismik Asia Pasifik dengan panjang 52 km ini.

Kalau sejak kopi, tebu, kayu cendana sampai minyak sudah dihabisi, lantas
sisanya apa? Padahal menurut pengamat ekonomi, Kusnanto Anggoro, dibutuhkan
paling sedikit US$100 juta tiap tahun untuk membangun negeri ini. Sementara
pendapatan asli daerah pada tahun 1990 saja hanya mencapai Rp3 milyar.
Pendapatan per kapita untuk tahun itu tidak lebih dari Rp180.727. Waktu
nilai tukar mata uang RI jeblok, otomatis pendapatan mereka anjlok.

Lalu bagaimana rakyat Timor Timur bisa bertahan? Menurut Kusnanto, setelah
pemerintahan sendiri terbentuk, selama dua tahun pertama mereka masih harus
bergantung penuh pada bantuan luar negeri. "Kalau tidak, Timor Timur sulit
untuk survive," lanjutnya. "Dua tahun itu pun barangkali prediksi super
cepat." Rasanya itu memang pilihan yang masuk akal. Bagaimanapun
liberalisasi ekonomi cepat atau lambat pasti akan mendekati Timor Timur,
jika tidak ingin hidup terisolasi. "Coba-coba membentuk holding dengan
pondasi lemah tidak akan bertahan lama." Soalnya, selama puluhan tahun
perekonomian Timor Timur sudah terlanjur terkena virus pembangunan Orde Baru
di bawah Soeharto.

Tak perlu heran kalau kemudian muncul pernyataan tentang nasib rakyat Timor
Timur kelak. Kekhawatiran paling beralasan, mereka tidak akan menjadi tuan
rumah yang mengelola dan menikmati hasil buminya secara penuh. Tapi,
barangkali, janganlah dulu memusingkan rakyat Timor Timur dengan
kekhawatiran masa datang. Cukuplah bagi rakyat Timor Timur untuk
berkonsentrasi terlebih dahulu pada upaya pemulihan keamanan dan ketertiban
pasca-referendum. Soalnya, hal itu memang bukan perkara gampang. Apalagi TNI
masih belum rela melepaskan Timor Timur. Bagi TNI soalnya bukan bisnis
semata. Faktor psikologis militer turut menjadi sebab. Bagaimanapun sejak
invasi, wilayah dan Rakyat Timor dijadikan ajang 'latihan' serdadu TNI.
Termasuk sarana seleksi perwira-perwira bakal panglima.

Setelah itu, baru memelihara optimisme. Mengutip Asiaweek, ada beberapa
pilihan strategi menggenjot devisa bagi negara baru. Christmas Island, Fiji,
Singapura, atau Hongkong menjadi contoh-contoh wilayah kecil yang bisa
dijadikan input bagi model pembangunannya. Singapura yang membuka lebar
wilayahnya bagi bangsa manapun termasuk model yang tidak beresiko. Meskipun
posisi silang strategis yang dimiliki Singapura tak sama dengan Timor Leste,
tapi itulah tantangannya. Dan tak ada negara yang bisa maju tanpa melewati
tantangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Timor-Leste
"Berikanlah sedikit suara anda dan berikanlah sebnyak mungkin telinga anda"

Pengikut

Powered By Blogger